OJK Ungkap Tiga Tantangan BPR/BPR Syariah

 

 

NERACA

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap setidaknya ada tiga tantangan struktural utama yang dihadapi oleh Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah. "(Tantangan) yang pertama, permodalan dan disparitas skala usaha. Jumlah BPR dan BPRS yang banyak dan sebagian besar didominasi oleh BPR dan BPRS dengan skala usaha kecil," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

BPR dan BPRS, imbuh Dian, juga masih dihadapkan dengan kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar pada akhir Desember tahun 2024 bagi BPR dan akhir Desember 2025 bagi BPRS. Kemudian tantangan yang kedua, berkaitan dengan tata kelola dan manajemen risiko. Dian mengatakan bahwa kualitas dan kuantitas pengurus serta sumber daya manusia (SDM) industri BPR dan BPRS masih perlu dioptimalkan. Untuk meningkatkan kinerja industri BPR dan BPRS, dibutuhkan penerapan tata kelola yang baik dan manajemen risiko yang efektif.

Selanjutnya, tantangan ketiga dari sisi persaingan usaha. Menurut Dian, BPR dan BPRS menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan lembaga keuangan lain khususnya untuk segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dari hulu sampai hilir. "Terlebih lagi dengan masifnya perkembangan teknologi informasi atau IT yang mendorong inovasi produk dan layanan keuangan juga menjadi pesaing yang cukup berat bagi industri BPR dan BPRS," kata dia.

Menjawab tantangan tersebut, enam bank umum serta perwakilan asosiasi BPR dan BPRS melakukan penadatanganan komitmen sebagai salah satu bentuk sinergi dan kolaborasi dalam mendukung pengembangan SDM industri BPR dan BPRS. Para pihak yang terlibat dalam komitmen tersebut antara lain BTN, BRI, BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BSI, serta Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo), Perhimpunan BPR/S Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida), dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo).

Dengan memperhatikan tantangan yang dihadapi industri BPR dan BPRS serta reformasi pengaturan dan kebijakan di sektor keuangan, OJK juga meluncurkan peta jalan atau roadmap yang diluncurkan pada Senin. Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri BPR dan BPRS 2024-2027 merupakan landasan kebijakan untuk memperkuat serta mengembangkan industri BPR dan BPRS sekaligus menjawab tantangan industri BPR dan BPRS di masa mendatang.

RP2B 2024-2027 dirancang sebagai living document yang dapat terus disesuaikan dengan perkembangan industri dan ekosistem industri jasa keuangan, sehingga menjadi bagian dari respon kebijakan yang relevan dan tepat waktu untuk mendukung daya tahan dan daya saing industri BPR dan BPRS. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK juga telah menerbitkan POJK No. 7 Tahun 2024 yang berlaku sejak 30 April 2024. Peraturan ini ditujukan untuk mendorong agar BPR/S dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing.

Ia pun menyebut total aset bank perkreditan rakyat (BPR) dan BPR syariah (BPRS) tumbuh 7,34 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp216,73 triliun pada Maret 2024. Pada periode yang sama, pertumbuhan penyaluran kredit dan pembiayaan mencapai 9,42 persen yoy menjadi senilai Rp161,90 triliun. Adapun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh sebesar 8,60 persen yoy menjadi senilai Rp158,8 triliun. "Kinerja dan ketahanan industri BPR/BPRS, bahwa per Maret 2024 jumlah BPR dan BPRS masing-masing sebesar 1.392 BPR dan 174 BPRS. Kinerja industri BPR dan BPRS secara umum masih terjaga baik dengan mencatatkan kinerja positif dan tumbuh secara berkelanjutan," kata Dian.

Kemudian, permodalan, profitabilitas, dan likuiditas BPR dan BPRS juga memiliki rasio keuangan yang relatif terjaga. Hal itu, kata Dian, tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang menunjukkan ketahanan yang baik dan mampu menopang risiko kredit atau pembiayaan yang sedang menunjukkan tren meningkat pada saat ini.

Menurut OJK, permodalan yang kuat akan mendorong tersedianya infrastruktur yang memadai, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas penyaluran kredit atau pembiayaan, serta mendukung inovasi produk dan layanan. OJK mendorong penguatan permodalan baik bagi BPR dan BPRS existing melalui kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar, maupun pendirian BPR baru melalui persyaratan modal disetor minimal Rp25 miliar.

Adapun pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar wajib dipenuhi pada akhir Desember tahun 2024 bagi BPR dan 31 Desember 2025 bagi BPRS. "Ini (penguatan permodalan) juga adalah potensi ke depan apabila memang pemegang saham pengendalinya atau pemiliknya tidak mampu menambah modal, tentu kita akan juga akan melakukan konsolidasi sukarela di antara mereka. Dan, ini juga akan mengarahkan pada upaya kita untuk semakin memperkuat permodalan bank. Diharapkan (modal inti) Rp6 miliar ini akan tersampai dengan waktu yang tidak terlalu lama," kata Dian.

BERITA TERKAIT

AstraPay Catat Total Transaksi Capai Rp19,03 Triliun

  NERACA Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay), perusahaan aplikasi pembayaran digital, mencatat total nilai transaksi atau gross transaction value (GTV)…

CIMB Niaga Finance Tawarkan Sukuk Senilai Rp1 Triliun

    NERACA Jakarta – PT CIMB Niaga Auto Finance atau CIMB Niaga Finance (CNAF) menggelar Penawaran Umum Berkelanjutan Sukuk…

BNI Sebut Pembiayaan ke Sektor Energi Telah Sesuai dengan Penerapan RAC

  NERACA Jakarta – Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Novita Widya Anggraini mengatakan, pembiayaan yang disalurkan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

AstraPay Catat Total Transaksi Capai Rp19,03 Triliun

  NERACA Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay), perusahaan aplikasi pembayaran digital, mencatat total nilai transaksi atau gross transaction value (GTV)…

CIMB Niaga Finance Tawarkan Sukuk Senilai Rp1 Triliun

    NERACA Jakarta – PT CIMB Niaga Auto Finance atau CIMB Niaga Finance (CNAF) menggelar Penawaran Umum Berkelanjutan Sukuk…

BNI Sebut Pembiayaan ke Sektor Energi Telah Sesuai dengan Penerapan RAC

  NERACA Jakarta – Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Novita Widya Anggraini mengatakan, pembiayaan yang disalurkan…